Kamis, 29 Desember 2011

Kebudayaan Gorontalo

Disusun oleh :
Annisa Ayu Widyasari (13509769)
Faniardhiny B (14509040)
Feliane Hoariska Rahim (10509391)
Ria Widi Astuti (10509341)
Usber Fransiskus Manurung (16509974)
Yuliana Hutasoit (15509521)




DAFTAR ISI

Daftar Isi……………………………………………………………………………… i

BAB I
Pendahuluan…………………………………………………………………………… 1
a. Latar Belakang Masalah………………………………………………1
b. Fenomena………………………………………………………………........1
c. Tujuan Penelitian………………………………………………………….1
d. Metode Penelitian………………………………………………………….1
Bab II
Tinjauan Pustaka……………………………………………………………………….....2
A. Pengertian Kebudayaan…………………………………………………2
B. Sejarah Gorontalo………………………………………………………… 2
C. Pengertian Dayango……………………………………………………….5
Bab III
Hasil……………………………………………………………………………..............7
Kesimpulan………………………………………………………………….............8
Lampiran……………………………………………………………………………...........9
Daftar Pustaka………………………………………………………………………......ii



BAB I
Pendahuluan

a. Latar Belakang Masalah
Gorontalo merupakan salah satu provinsi di wilayah Republik Indonesia yang memanjang dari Timur ke Barat di Bagian Utara Pulau Sulawesi. Dalam makalah ini Kami akan mengulas sedikit sejarah dari Kebudayaan Gorontalo kemudian gambaran dari sistem pemerintahannya serta kebiasaan atau acara adat yang biasa dilakukan oleh penduduk Gorontalo. Namun Kami akan lebih memperdalam pembahasan mengenai adat istiadat dari Kebudayaan Gorontalo khusunya mengenai Dayango.

b. Fenomena
Menjelaskan apa itu dayango, mengapa dayango itu bias terjadi dan bagaimana terjadinya dayango.

c. Tujuan Penelitian
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan kepada para pembaca agar dapat menambah wawasan dan lebih mengetahui tentang tradisi di Gorontalo yaitu Dayango. Dalam makalah ini menjelaskan mengenai bagaimana Dayango dapat terjadi dan bagaimana Dayango tidak lagi dilestarikan pada saat ini.

d. Metode Penelitian
Metode penelitian yang kami gunakan dalam makalah ini adalah Metode Penelitian Kualitatif



BAB II
Tinjauan Pusataka

A. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

B. Sejarah Gorontalo
Gorontalo seperti daerah lainnya di Indonesia pernah lama dijajah oleh Belanda akan tetapi lebih dahulu merdeka ketimbang Indonesia. Gorontalo merdeka pada tahun 1942 ketika penjajah Belanda digantikan oleh Jepang.
Pra-Kolonial
Menurut sejarah, Gorontalo merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama, Gorontalo juga menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat. Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis.
Dengan letaknya yang stategis Gorontalo menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo. Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo.

Zaman Kolonial
Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder Afdeling.

Pasca-Kolonial
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone berjuang dan merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri.

Agama
Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam (99 %). Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Ada kemungkinan Islam masuk ke Gorontalo sekitar tahun 1400 Masehi (abad XV), jauh sebelum wali songo di Pulau Jawa, yaitu ditandai dengan adanya makam seorang wali yang bernama ‘Ju Panggola’ di Kelurahan Dembe I, Kota Barat, tepatnya di wilayah perbatasan Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo.

Seni & Budaya
Gorontalo sebagai salah satu suku yang ada di Pulau Sulawesi memiliki aneka ragam kesenian daerah, baik tari, lagu, alat musik tradisional, adat-istiadat, upacara keagamaan, rumah adat, dan pakaian adat. Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga, Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga. Sedangkan lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku), Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang), Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup Jagung). Alat musik tradisional yang dikenal di daerah Gorontalo adalah Polopalo, Bambu, dan Gambus (berasal dari Arab).

Rumah Adat
Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Pomboide dan Dulohupa.

Bahasa Daerah
Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa. Saat ini yang paling dominan adalah dialek Gorontalo.

Pakaian Adat
Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.

Pernikahan Adat
KERAGAMAN budaya Indonesia salah satunya terlihat pada prosesi atau adat pernikahan yang berbeda-beda. Provinsi Gorontalo sendiri memegang tradisi yang bernapaskan ajaran Islam.
Penduduk Gorontalo sebagian besar memeluk agama Islam. Adat istiadatnya sangat dipengaruhi ajaran dan kaidah Islam. Oleh karenanya, masyarakat Gorontalo memegang teguh semboyan adapt “Adati hula hula Sareati - Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya,” Adat bersendikan syara, syara bersendikan Kitabullah”.
Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut upacara adat yang sesuai tahapan atau lenggota lo nikah.

C. Pengertian Dayango
Salah satu adat kebudayaan dari Gorontalo. Merupakan ritual adat yang dilakukan oleh suku Gorontalo. Ritual adat ini bermaksud untuk memberikan persembahan kepada Tuhan, yang dipercaya oleh suku Gorontalo sebagai Tuhannya. Ritual ini dilakukan oleh suku Gorontalo sebelum agama Islam masuk ke Gorontalo. Saat itu orang Gorontalo sudah percaya kepada Tuhan, hanya saja mereka bahwa Tuhan itu terdiri dari berbagai-bagai macam. Misalnya, Tuhan batu, Tuhan angin, Tuhan laut, dan sebagainya.
Yang paling dijadikan nomor satu bagi suku Gorontalo adalah Tuhan laut, karena mereka hidup dengan air, misalnya memakan ikan dari laut, hujan dan sebagainya. Jadi suku Gorontalo kerap kali memberikan persembahan kepada laut, tiap kali masyarakat merasa bahwa laut sedang meminta persembahan, misalnya saat ada badai, atau hujan besar dan kemarau. Suku Gorontalo percaya bahwa laut sedang marah dan meminta persembahan saat itu.
Dayango sendiri berarti sesajen atau persembahan. Persembahan yang merupakan sumbangan dari masyarakat itu ditaruh dalam baki yang besar atau dengan pelepah pisang.
Dalam prosesinya, para orang Gorontalo yang memberikan persembahan itu menari-nari bersama dengan ritme tertentu dan sambil mengucapkan mantera-mantera dalam bahasa Gorontalo, yang merupakan doa dan harapan mereka, lalu mereka menari sambil mengelilingi persembahan mereka tersebut dengan maksud mengundang roh para leluhur. Jadi ketika mereka sedang menari, ada beberapa yang mengalami kerasukan, jika sudah banyak yang kerasukan, maka sesajen itu ditaruh di atas perahu. Biasanya sesajen ditaruh di sungai bagian hulu, lalu selama mengalir sampai ke hilir atau ke laut, mereka menari-nari di pinggir sungai mengawal sesajen tersebut. Sesajen dilepas di laut dan mereka berharap agar keinginan mereka terwujud, bila tidak terwujud mereka akan melakukan Dayango sampai berulang-ulang, biasanya mereka akan menunggu sampai 7 hari, bila tidak terwujud akan dilakukan lagi Dayango, dan mereka juga mengganti penari-penari yang ada.
Di atas merupakan salah satu contoh Dayango yang dilakukan untuk Tuhan laut, selain untuk Tuhan laut, Dayango juga dilakukan untuk Tuhan lain, misalnya Tuhan angin, batu, tanah dan sebagainya.
Dayango terus dilakukan sampai akhirnya agama Islam masuk ke Gorontalo. Sejak Islam masuk hal-hal adat yang tidak sesuai dengan syariat Islam dibatalkan atau tidak diijinkan dilakukan lagi.



BAB III
ANALISA PENELITIAN

Dari teori yang didapat dan wawancara yang dilakukan, kami mendapatkan hasil bahwa Dayango merupakan salah satu adat di masa lampau jauh sebelum agama Islam masuk yang dipercayai oleh masyarakat Gorontalo sebagai suatu prosesi dalam memenuhi berbagai macam keinginan masyarakat Gorontalo, misalnya ingin air hujan di musim kemarau, keberhasilan panen, menghentikan bencana alam, dan sebagainya.
Masyarakat Gorontalo merupakan tipe suku yang sangat memegang teguh adatnya, mereka tidak akan melepaskan adat tersebut bahkan bila diperintah oleh Negara sekalipun, kecuali bila ada kepercayaan atau keyakinan baru yang mereka percayai.
Saat ini Dayango tidak lagi dilakukan oleh suku Gorontalo, dikarenakan mereka sudah mengenal Agama, yang hampir sebagian besar mempercayai agama Islam, karena agama Islam merupakan agama pertama yang masuk ke dalam Gorontalo. Mereka meyakini Islam dengan dalam, karena itu Dayango tidak lagi mereka lakukan.



KESIMPULAN

Sebenarnya Gorontalo bukanlah suatu kultur, Gorontalo merupakan gabungan dari berbagai suku, jadi Gorontalo merupakan hasil dari asimilasi atau percampuran dari berbagai budaya, salah satunya Hindu, maka yang datang ke Gorontalo juga adalah kebudayaan hindu yang pemula, ada yang dari Melanesia, ada yang dari Thailand, Ternate, dan Gowa. Kemudian kesimpulan berikut kultur Gorontalo itu tidak akan mati begitu saja bahkan bila dipaksa oleh negara, dia akan mati kecuali sudah ada budaya baru yang merasuk kehati dari setiap penduduk.
Salah satu kebudayaan yang dipercaya secara melekat oleh masyarakat Gorontalo adalah Dayango. Dayango sendiri berarti sesajen atau persembahan, suatu prosesi adat yang dilakukan untuk meminta suatu keinginan yang diinginkan oleh masyarakat tersebut.



LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA(VERBATIM)
A. Identitas Subjek
Nama (Inisial) : Elnino M. Husein Mohi
Jenis Kelamin : Pria
Usia : 37 tahun
Pekerjaan : Anggota DPD-RI
Pendidikan : S2
Alamat : Jl. Barito No 38 Bulotadaa Timur, Kota Utara Gorontalo
B. Hasil Wawancara
Tanya: Selamat Pagi Kak Ninong maaf pagi-pagi sudah mengganggu
Jawab: Iya pagi
Tanya : Apa sih kebudayaan Dayango itu sendiri?
Jawab : Jadi Dayango ini bukan berarti kaya dayang, dia adalah 1 kata eee saya lupa, apa namanya, akar katanya, yang berarti adalah, artinya itu adalah, eee... Sesajen, atau sesembahan gitu, prosesi sesembahan untuk Tuhan laut, gitu.
Tanya : Mengapa kebudayaan Dayango menjadi kebiasaan bagi rakyat Gorontalo?
Jawab : karena waktu itu belum adanya agama di gorontalo rakyat masih mempercayai agama itu adalah adat, oleh karena itu mereka menganggap tuhan itu adalah hal-hal seperti tuhan laut,tuhan batu,tuhan langit,dan lain-lain,makanya dayango inilah yang menjadi kebiasaan atau kepercayaan semua rakyat disana sebelum masuknya agama islam dan akhirnya Terus lah proses dayango ini ada sampai islam masuk pada tahun 1512.
Tanya : Sejarah bisa ada kebudayaan Dayango gimana?
Jawab : Suku Gorontalo itu adalah hasil dari penyatuan berbagai suku, dan karena itu secara genetik, orang Gorontalo pasti unggul. Nah, berbagai, emm.. Suku itu, datang ke Gorontalo, jadi 1, lalu, agamanya kan apa? Kan gitu.. Agamanya bercampur kepercayaan ini. Ada yang dari agama yang macam-macam itu, tapi yang jelas Islam enggak. Lalu, (subjek sibuk dengan urusannya)
Eh, sampe dimana tadi?
Nah, jadi belom ada agama-agama yang kita tau ini. Belom ada agama-agama waktu itu di Gorontalo pada taun 1300an. Jadi disana berkembanglah berbagai kepercayaan yang berasal dari suku-suku termasuk misalnya kepercayaan yang disebut dengan kalo istilah orang biasa animisme. Animisme ini berasal dari berbagai suku yang datang itu, dia menjadi ditinggalkan oleh generasi ke generasi. Pada tahun 1200an sampai tahun 1300an, munculah bahasa Gorontalo karena sudah menyatu. Itulah, apa namanya eeee, kepercayaan yang disebut dengan Kepercayaan Adati. Adati itu bukan, sebenarnya bukan bermakna adat, gitu. Adat itu dulu adalah agamanya orang-orang Gorontalo dimasa Islam belum masuk, agama yang besar, agama yang pertama kali masuk ke Gorontalo itu kan Islam itu pada tahun 1500, nah.. 1512. Jadi baru mau 500 taun ini taun 2012 ini. Nah, pada tahun 1512 Islam baru masuk, sebelum itu Gorontalo nggak kenal Islam, yang orang Gorontalo kenal itu dari berbagai suku-suku ini yang sudah menjadi 1 suku itu adalah EYA, Eya yang berarti Tuhan, yang Tuhan itu hanya 1. .........?? Tuhan yang 1 itu, aaa apa namanya, emm bahasa Indonesianya manifestasi. Iya, manifestasi Tuhan yang 1 itu ada banyak, gitu. Nah kalo di Islam kan ada yang disebut dengan 99 nama dan 22 sifat, ya arrahman, rohim, kan begitu. Nah, kalo ini dia seakan-akan menjadi Tuhannya banyak, gitu. Sesat mereka ini, walaupun mereka percaya pada 1 Tuhan, tapi seakan-akan Tuhannya banyak, ada Tuhan batu, animisme jadinya kan? Ada Tuhan pohon, ada Tuhan orang, ada Tuhan.. Eee.. Kalo misalnya dulu ada sandal, kira-kira ada Tuhan sandal waktu itu.. Cuma belum ada sandal waktu itu, hhahaha... Ada Tuhan laut, aaa. Nah jadi, untuk eee mensejahterahkan dia punya kehidupan, maka kan harus ada restu dari Tuhan. Ya kan? Nah, eee banyak cara untuk penyembahan, kira-kira seperti agama Hindu, ya persembahan-persembahan kaya gitu lah. Nah, budaya Hindu itu lah yang masuk ke Gorontalo sifatnya? Jadi kaya gitu.
Nah, lalu aaa... Sebenarnya itu persembahan untuk Tuhan, nah salah satu yang paling menonjol di Gorontalo itu adalah Tuhan laut. Ah, saya sudah lupa apa namanya Tuhan laut itu. Nah, emm Tuhan laut ini, kenapa Tuhan laut menjadi penting, karena waktu itu, ya mereka kan hidupnya cuma dari 2 kan, dari buah-buahan yang tumbuh, yang dipetik dan dari ikan yang ada di air, di laut, di danau, gitu. Nah, yang paling besar kan laut tuh, jadi mereka ingin memberikan persembahan yang terbaiknya kepada Tuhan laut. Nah, Tuhan laut ini, apa namanya, eee dianggap meminta sesembahan atau sesajen, dianggap meminta sesajen, gitu. Jadi itu dianggap ya? Dianggap meminta sesajen ketika terjadi misalnya ombak laut yang gede, eee lalu atau hujan yang sangat keras, karna orang Gorontalo tau bahwa air hujan itu berasal dari laut, baru apalagi ya.. Eee kemarau yang panjang, itu akhirnya mereka juga meminta hujan, karna hujan itu dari laut juga, gitu.
Nah, eee untuk persembahan kepada Tuhan laut itu, maka munculah ritual yang disebut dengan DAYANGO.
Tanya: Dikenal sejak kapan Dayango oleh rakyat Gorontalo?
Jawab: Sebelum tahun 1512 karena di tahun itulah agama Islam baru masuk
Tanya: Proses Dayango itu sendiri gimana?
Jawab: Jadi rakyat itu, di... Apa namanya, di... Diajak menari, menari dengan eee... Apa namanya, ritme tertentu, sambil berkeliling, gitu. Diajak menari dengan ritme tertentu, ada mantra-mantranya eee, sebenarnya itu doa, gitu, dalam bahasa Gorontalo, lalu kira-kira prosesnya itu seperti eee, jadi berkeliling gitu, jadi kaya Afrika gitu, dia berkeliling, mengelilingi persembahan ini.misalnya meminta ujan maka diambil lah sesajen sumbangan dari seluruh rakyat yang ada di kumpul dan diletakkan di pelepah pisang atau hupato,dimana itu pelepah daun biasanya ada makanan atau buah-buahan.menari dan membaca matra bertujuan untuk memanggil roh para leluhur mereka percaya untuk mencapai tuhan harus ada bantuan para leluhur sehinggah ada salah satu dari mereka atau beberapa orang kerasuka atau bahasa gorontalonnya ilotuanga yang artinya terisikan dimana roh tersebut masuk ke tubuhnya kemudian mengangkat sesajen tersebut ke perahu lalu dihanyutkan disungai sambil menari hinggah ke muara laut untuk disembahkan ke tuhan laut.
Tanya: apa proses dayango ini masih terus ada sampai sekarang?
Jawab : proses tersebut masih ada hanya saja orang-orang tertentu saja yang masih tetap percaya dengan adat tersebut karena emang adat itu dianggap agama makanya itu sudah jadi kepercayaan walaupun mereka mempunyai agama.
Tanya: Oh…begitu baiklah kalau begitu terima kasih ini atas waktunya maaf telah mengganggu waktu bapak.
Jawab: Iya sama-sama



DAFTAR PUSTAKA

Dewaarka (2009). “Kebiasaan Hidup Bermasyarakat Suku Gorontalo”. pp.http://dewaarka.wordpress.com/2009/11/24/kebiasaan-%E2%80%93kebiasaan-hidup-bermasyarakat-suku-gorontalo/. Diakses tanggal : 18-12-2011.
___. “Gorontalo”. http://id.wikipedia.org/wiki/Gorontalo. Diakses tanggal : 19-12-2011.
Christopel Paino. “Dayango Dilarang Banjir pun Datang”. http://www.lenteratimur.com/dayango-dilarang-banjir-pun-datang/. Diakses tanggal : 19-12-2011.
____. “Agama, Seni, dan Budaya”. http://www.gorontalo-info.20megsfree.com/asb.html . diakses tanggal : 8 – 12-2011
Ernowo, Pasha. “Menyibak Prosesi Pernikahan Adat Gorontalo”. http://travel.okezone.com/read/2011/05/13/408/456698/menyibak-prosesi-pernikahan-adat-gorontalo tanggal : 19- 12-2011

Sabtu, 10 Desember 2011

Laporan Tugas Softskill : Psikologi Lintas Budaya

Nama : Annisa Ayu Widyasari
NPM : 13509769
Kelas : 3PA01
Suku : Gorontalo

Kelompok kami memilih suku Gorontalo sebagai tema makalah kali ini. Kami juga sepakat untuk membahas mengenai Budaya yang ada pada suku Gorontalo.
Selain itu, Kami semua juga sudah pergi ke TMII (Taman Mini Indonesia Indah) untuk lebih melengkapi bahan-bahan kami. Saya pergi kesana dengan semua anggota kelompok saya dengan beberapa teman yang berbeda kelompok. Kami mempunyai tujuan yang sama yaitu melihat masing-masing rumah adat beserta isinya sesuai dari suku masing-masing kelompok yang sudah dipilih untuk tema makalah ini. Tetapi, sesampainya disana ternyata rumah adat Gorontalo sedang ditutup sehingga kelompok kami tidak bisa mendapatkan informasi disana. Oleh karena itu, saya dan kelompok saya hanya berkeliling melihat rumah adat yang lain.
Dengan adanya hambatan dalam proses pengambilan data di TMII (Taman Mini Indonesia Indah) kami pun akhirnya sepakat untuk mencari bahan-bahan mengenai Budaya di Gorontalo melalui internet. Saya pun sudah mendapat beberapa budaya dari gorontalo seperti bagaimana jalannya proses pernikahan dalam adat gorontalo, bahasa daerah, pakaian adat, dan lain sebagainya.
Kelompok Kami juga sudah mendapatkan subjek 1 orang dari salah seorang orangtua dari teman kami. Jadi, sejauh ini proses pengerjaan baru dalam tahap pencarian data oleh setiap anggota dan Rencananya minggu depan kami akan melakukan kerja kelompok yang lebih intensif dari sebelumnya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.